Sabtu, 09 Maret 2013

ABPPTSI : PELANGGARAN PIDANA PTS

ABPPTSI : PELANGGARAN PIDANA PTS: BAB VIII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 92 (2)   Perguruan Tinggi yang melanggar ketentuan Pasal 8 ayat (3), Pasal 18 ayat (3), Pasal...

PELANGGARAN PIDANA PTS


BAB VIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 92
(2)  Perguruan Tinggi yang melanggar ketentuan
Pasal 8 ayat (3), Pasal 18 ayat (3), Pasal 19 ayat (3), Pasal 20
ayat (3), Pasal 21 ayat (4), Pasal 22 ayat (3), Pasal 23
ayat (3), Pasal 24 ayat (4), Pasal 25 ayat (4), Pasal 28
ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), atau ayat (7), Pasal
33 ayat (6), Pasal 35 ayat (3), Pasal 37 ayat (1), Pasal
41 ayat (1), Pasal 46 ayat (2), Pasal 60 ayat (5), Pasal
73 ayat (3) atau ayat (5), Pasal 74 ayat (1), Pasal 76
ayat (1), Pasal 78 ayat (2), atau Pasal 90 ayat (5)
dikenai sanksi administratif.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara bantuan biaya Pendidikan
dari Pemerintah;
c. penghentian sementara kegiatan penyelenggaraan
Pendidikan;
d. penghentian pembinaan; dan/atau
e. pencabutan izin.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Menteri.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 93
Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara Pendidikan
Tinggi yang melanggar Pasal 28 ayat (6) atau ayat (7),
Pasal 42 ayat (4), Pasal 43 ayat (3), Pasal 44 ayat (4),
Pasal 60 ayat (2), dan Pasal 90 ayat (4) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).

Rabu, 27 Februari 2013

Masyarakat Resah, DPRD Geram, Aparat Bungkam....

ABPPTSI : ABPPTSI : ABPPTSI - ASOSIASI BADAN PENYELENGGARA P...: ABPPTSI : ABPPTSI - ASOSIASI BADAN PENYELENGGARA PTS INDONES... : ABPPTSI - ASOSIASI BADAN PENYELENGGARA PTS INDONESIA BALI (utara): Buntut ...

ABPPTSI : program kerja

ABPPTSI : program kerja: PROGRAM KERJA ABP-PTSI WILAYAH BALI 2013-2017 A.BIDANG ORGANISASI 1. Melakukan penataan pengurus dan kelembagaan ABP-PTSI Wil...

program kerja



PROGRAM KERJA
ABP-PTSI WILAYAH BALI 2013-2017

A.BIDANG ORGANISASI
1. Melakukan penataan pengurus dan kelembagaan ABP-PTSI Wilayah Bali menyangkut TUPOKSI dan kesekretariatan;
- Papan nama secretariat, kop surat, cap dan kertas/amplop;
- Pengajuan permohonan secretariat kepada koordinator kopertis wilayah VIII;
-  Mengangkat tenaga secretariat;
2. Mensosialisasikan keberadaan ABP-PTSI Wilayah Bali kepada anggota ABP-PTSI, Masyarakat dan Pemerintah Daerah;
3. Melakukan pendataan keanggotaan dan yayasan/perkumpulan yang bergerak pada penyelenggartaan pendidikan tinggi, berkoordinasi dengan kopertis wilayah VIII, dalam rangka tertib administrasi kelembagaan;

B. BIDANG PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN
1. Menyelenggarakan kegiatan seminar, workshop, pelatihan berkenaan dengan peningkatan kapasitas lembaga dan SDM;
2. Menyusun rumusan tentang akreditasi institusi;
3.  Melaksanakan pelatihan asesor;
4. Melakukan kerjasama saling menguntungkan dengan sesame yayasan, pemerintah, masyarakat dan swasta serta  luar negeri; 
5. Meningkatkan kualitas SDM dengan membangun kemitraan/beasiswa;

C. BIDANG INFORMASI DAN KOMUNIKASI
1. Mengembangkan sistem informasi terpadu yang dapat diakses oleh anggota ABP-PTSI untuk menyajikan data dan informasi terkait kebutuhan organisasi;
2. Melaksanakan rapat rutin pengurus sekurang-kurangnya 1 bulan sekali;
3. Melaksanakan rapat koordinasi dengan anggota ABP-PTSI Wilayah Bali sewtiap 4 bulan sekali, dimulai bulan april, Agustus, Desember. Untuk pertemuan bulan april 2013 Yayasan Kartini bersedia untuk menjadi tuan rumah.
4. Membangun kerjasama yang saling menguntungkan baik dengan sesame yayasan/perkumpulan sejenis, dengan pemeirintah maupun pihak ketiga lainnya untuk membangun jejaring dalam rangka pengembangan organisasi.

D.BIDANG SOSIAL KEMASYARAKATAN
1. Berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan secara bersama-sama;
2. Melaksanakan kegiatan bakti sosial terintegrasi seperti bakti sosial penghijauan, pengobatan dan peduli bencana serta kemiskinan;
 ASOSIASI BADAN PENYELENGGARA
PERGURUAN TINGGI SWASTA INDONESIA (BP-PTSI)
WILAYAH BALI
K E T U A,


DR. DRS. A.A. GEDE OKA WISNUMURTI, M.Si
SEKRETARIS,


Ns. I MADE SUNDAYANA, SE, S.Kep,MM, Kes, M.Si









Selasa, 26 Februari 2013

ABPPTSI : KASASI MAHKAMAH AGUNG

ABPPTSI : KASASI MAHKAMAH AGUNG

KASASI MAHKAMAH AGUNG



ABPPTSI : ABPPTSI - ASOSIASI BADAN PENYELENGGARA PTS INDONES...

ABPPTSI : ABPPTSI - ASOSIASI BADAN PENYELENGGARA PTS INDONES...: ABPPTSI - ASOSIASI BADAN PENYELENGGARA PTS INDONESIA BALI (utara): Buntut Mandulnya Rekomendasi Kopertis VIII : MASYARAKAT RESAH, APARAT BUN...

ABPPTSI : ABPPTSI - ASOSIASI BADAN PENYELENGGARA PTS INDONES...

ABPPTSI : ABPPTSI - ASOSIASI BADAN PENYELENGGARA PTS INDONES...: ABPPTSI - ASOSIASI BADAN PENYELENGGARA PTS INDONESIA BALI (utara): Buntut Mandulnya Rekomendasi Kopertis VIII : MASYARAKAT RESAH, APARAT BUN...

ABPPTSI - ASOSIASI BADAN PENYELENGGARA PTS INDONESIA BALI (utara): Buntut Mandulnya Rekomendasi Kopertis VIII

ABPPTSI - ASOSIASI BADAN PENYELENGGARA PTS INDONESIA BALI (utara): Buntut Mandulnya Rekomendasi Kopertis VIII: MASYARAKAT RESAH, APARAT BUNGKAM, KOPERTIS VIII MANDUL, DPRD  BULELENG GERAH MASIH ADANYA STIKES LIAR DI SUKASADA Walaupun telah ada ...

ABPPTSI - ASOSIASI BADAN PENYELENGGARA PTS INDONESIA BALI (utara): UU 12 tahun 2012

ABPPTSI - ASOSIASI BADAN PENYELENGGARA PTS INDONESIA BALI (utara): UU 12 tahun 2012: BAB VIII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 92 (1) Perguruan Tinggi yang melanggar ketentuan Pasal 8 ayat (3), Pasal 18 ayat (3), Pasal 19 ...

UU 12 tahun 2012


BAB VIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 92
(1) Perguruan Tinggi yang melanggar ketentuan Pasal 8
ayat (3), Pasal 18 ayat (3), Pasal 19 ayat (3), Pasal 20
ayat (3), Pasal 21 ayat (4), Pasal 22 ayat (3), Pasal 23
ayat (3), Pasal 24 ayat (4), Pasal 25 ayat (4), Pasal 28
ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), atau ayat (7), Pasal
33 ayat (6), Pasal 35 ayat (3), Pasal 37 ayat (1), Pasal
41 ayat (1), Pasal 46 ayat (2), Pasal 60 ayat (5), Pasal
73 ayat (3) atau ayat (5), Pasal 74 ayat (1), Pasal 76
ayat (1), Pasal 78 ayat (2), atau Pasal 90 ayat (5)
dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara bantuan biaya Pendidikan
dari Pemerintah;
c. penghentian sementara kegiatan penyelenggaraan
Pendidikan;
d. penghentian pembinaan; dan/atau
e. pencabutan izin.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Menteri.

BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 93
Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara Pendidikan
Tinggi yang melanggar Pasal 28 ayat (6) atau ayat (7),
Pasal 42 ayat (4), Pasal 43 ayat (3), Pasal 44 ayat (4),
Pasal 60 ayat (2), dan Pasal 90 ayat (4) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).

ABPPTSI - ASOSIASI BADAN PENYELENGGARA PTS INDONESIA BALI (utara): Info Masyarakat

ABPPTSI - ASOSIASI BADAN PENYELENGGARA PTS INDONESIA BALI (utara): Info Masyarakat: KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 234/U/2000 TENTANG PEDOMAN PENDIRIAN PERGURUAN TINGGI MENTER...

Info Masyarakat


KEPUTUSAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 234/U/2000
TENTANG
PEDOMAN PENDIRIAN PERGURUAN TINGGI

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Menimbang :

bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 118 dan Pasal 121 Peraturan
Pemerintah nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, dipandang
perlu menetapkan kembali Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi

Mengingat :

1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
   (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara
   Nomor 3374);
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 1999 tentang
   Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 115, Tambahan
   Lembaran Negara Nomor 3859);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
TENTANG PEDOMAN PENDIRIAN PERGURUAN TINGGI

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan:

 1. Menteri adalah Menteri Pendidikan Nasional;
 2. Perguruan tinggi negeri selanjutnya disebut PTN adalah perguruan
    tinggi yang diselenggarakan oleh Menteri.
 3. Menteri lain adalah Menteri yang bertanggungjawab atas
    penyelenggaraan perguruan tinggi di luar lingkungan Departemen
    Pendidikan Nasional;
 4. Perguruan tinggi swasta selanjutnya disebut PTS adalah perguruan
    tinggi yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Perguruan
    Tinggi Swasta.
 5. Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta yang selanjutnya
    disingkat BPPTS adalah badan hukum/yayasan yang bersifat nir laba
    yang menyelenggarakan perguruan tinggi swasta (PTS).
 6. Perguruan tinggi kedinasan selanjutnya disebut PTK adalah akademi,
    politeknik atau sekolah tinggi yang diselenggarakan oleh Menteri
    lain atau pimpinan lembaga pemerintah non departemen (LPND) untuk
    meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi
    pegawai atau calon pegawai di lembaga yang bersangkutan.
 7. Akademi adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan program
    pendidikan profesional dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu
    pengetahuan, teknologi atau kesenian tertentu.
 8. Politeknik adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan program
    pendidikan profesional dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus.
 9. Sekolah Tinggi adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan
    pendidikan profesional dan akademik dalam lingkup satu disiplin
    ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian tertentu.
10. Institut adalah perguruan tinggi yang di samping menyelenggarakan
    pendidikan akademik dapat pula menyelenggarakan pendidikan
    profesional dalam sekelompok disiplin ilmu pengetahuan,
    teknologi dan/atau kesenian sejenis.
11. Universitas adalah perguruan tinggi yang di samping
    menyelenggarakan pendidikan akademik dapat pula menyelenggarakan
    pendidikan profesional dalam sejumlah disiplin ilmu pengetahuan,
    teknologi dan/atau kesenian tertentu.
12. Fakultas adalah satuan struktural pada universitas atau institut
    yang mengkoordinasikan dan/atau melaksanakan pendidikan akademik
    dan/atau profesional dalam satu atau seperangkat cabang ilmu
    pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian tertentu.
13. Program Diploma I selanjutnya disebut Program D I adalah jenjang
    pendidikan profesional yang mempunyai beban studi minimal 40
    satuan kredit semester (sks) dan maksimal 50 sks dengan kurikulum
    2 semester dan lama program antara 2 sampai 4 semester setelah
    Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.
14. Program Diploma II selanjutnya disebut Program D II adalah jenjang
    pendidikan profesional yang mempunyai beban studi minimal 80
    satuan kredit semester (sks) dan maksimal 90 sks dengan kurikulum
    4 semester dan lama program antara 4 sampai 6 semester setelah
    Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.
15. Program Diploma III selanjutnya disebut Program D III adalah
    jenjang pendidikan profesional yang mempunyai beban studi minimal
    110 satuan kredit semester (sks) dan maksimal 120 sks dengan
    kurikulum 6 semester dan lama program antara 6 sampai 10 semester
    setelah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.
16. Program Diploma IV selanjutnya disebut Program D IV adalah
    jenjang pendidikan profesional yang mempunyai beban studi minimal
    144 satuan kredit semester (sks) dan maksimal 160 sks dengan
    kurikulum 8 semester dan lama program antara 8 sampai 14 semester
    setelah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.
17. Program Sarjana selanjutnya disebut Program S1 adalah jenjang
    pendidikan akademik yang mempunyai beban studi antara minimal
    144 satuan kredit semester(sks) dan maksimal 160 sks dengan
    kurikulum 8 semester dan lama program antara 8 sampai 14 semester
    setelah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.
18. Program Magister selanjutnya disebut Program S2 adalah jenjang
    pendidikan akademik yang mempunyai beban studi antara minimal
    36 satuan kredit semester(sks) dan maksimal 50 sks dengan
    kurikulum 4 semester dan lama program antara 4 sampai 10 semester
    setelah pendidikan Program S1 atau sederajat.
19. Program Doktor selanjutnya disebut Program S3 adalah jenjang
    pendidikan akademik yang ditempuh setelah perididikan Program S1
    atau sederajat, atau ditempuh setelah pendidikan Program S2 atau
    sederajat, dengan beban studi dan prosedur yang ditetapkan dengan
    Keputusan Menteri;
20. Program Studi adalah kesatuan rencana belajar sebagai pedoman
    penyelenggaraan pendidikan akademik dan/atau profesional yang
    diselenggarakan atas dasar suatu kurikulum serta ditujukan
    agar mahasiswa dapat mengusai pengetahuan, keterampilan dan
    sikap yang sesuai dengan sasaran kurikulum.
21. Bagian adalah jurusan yang tidak mempunyai program studi.
22. Jurusan adalah unsur pelaksana akademik pada akademi, sekolah
    tinggi atau fakultas dan sebagai wadah yang memfasilitasi
    pelaksanaan program studi.
23. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi.

Pasal 2

(1) Pendirian pcrguruan tinggi merupakan pembentukan akademi,
    politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas.
(2) Akademi terdiri atas satu program studi atau lebih yang
    menyelenggarakan Program Diploma Satu (D I), Program Diploma Dua
    (D II) dan/atau Program Diploma Tiga (D III).
(3) Politeknik terdiri atas tiga program studi atau lebih yang
    menyelenggarakan Program Diploma Satu (D I), Program Diploma Dua
    (D II), Program Diploma Tiga (D III) dan/atau Program Diploma
    Empat (D IV).
(4) Sekolah tinggi terdiri atas satu program studi atau lebih yang
    menyelenggarakan : program Diploma Satu (D I), Program Diploma
    Dua (D II), Program Diploma Tiga (D III) dan/atau Program Diploma
    Empat (D IV), dan yang memenuhi syarat dapat menyelenggarakan
    Program S1, Program S2 dan/atau Program S3.
(5) Institut terdiri atas enam program studi atau lebih yang
    menyelenggarakan Program S1 dan/atau Program Diploma dan mewakili
    tiga kelompok disiplin ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau
    kesenian yang berbeda dan yang memenuhi syarat dapat
    menyelenggarakan Program S2, dan Program S3.
(6) Universitas terdiri atas sepuluh program studi atau lebih yang
    menyelenggarakan Program S1 dan/atau Program Diploma dan mewakili
    tiga kelompok bidang ilmu pengetahuan alam dan dua kelompok
    bidang ilmu pengetahuan sosial atau lebih dan yang memenuhi syarat
    dapat menyelenggarakan Program S2 dan Program S3.
(7) Jumlah program diploma yang diselenggarakan oleh institut dan
    universitas, tidak melebihi setengah dan jumlah program sarjananya.
   
Pasal 3

Perubahan bentuk perguruan tinggi adalah :

a. Perubahan bentuk dari satu perguruan tinggi menjadi bentuk lain;
b. Penggabungan dari dua atau lebih bentuk perguruan tinggi;
c. Pemecahan dari satu bentuk perguruan tinggi menjadi bentuk
   perguruan tinggi lain.


BAB II

PERSYARATAN

Pasal 4

Persyaratan pendirian/perubahan perguruan tinggi meliputi
a. rencana induk pengembangan (RIP);
b. kurikulum;
c. tenaga kependidikan;
d. calon mahasiswa;
e. statuta;
f. kode etik sivitas akademika;
g. sumber pernbiayaan;
h. sarana dan prasarana;
i. penyelenggara perguruan tinggi.

Pasal 5

(1) RIP merupakan pedoman dasar pengembangan untuk jangka waktu
    sekurang-kurangnya lima tahun
(2) RIP memuat materi pokok :
    a. Bidang akademik,:
       1. Program kegiatan
          Satuan kegiatan yang berdasarkan peraturan perundangan atau
          peraturan perguruan tinggi memiliki kewenangan dan
          tanggungjawab yang mandiri untuk merancang, menyelenggarakan
          dan melaksanakan kegiatan fungsional pendidikan tinggi dan/
          atau disiplin ilmu yang dituangkan dalam kegiatan proses
          pembelajaran yang mengacu pada perkembangan ilmu pengetahuan
          dan teknologi serta keperluan pembangunan masyarakat;
       2. Organisasi penyelenggaraan
          Suatu badan hukum atau pemerintah dalam hal ini Depdiknas,
          Departemen lain dan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang
          berdasar perundangan yang berlaku dapat menyelenggarakan
          perguruan tinggi;
       3. Sumberdaya manusia
          Tenaga pendidik atau kependidikan dan tenaga penunjang
          pendidikan pada perguruan tinggi yang menyiapkan peserta
          didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
          akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan,
          mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,
          teknologi dan kesenian;
       4. Sarana akademik
          Semua peralatan penunjang pelaksanaan kegiatan akademik
          perguruan tinggi sebagai persyaratan pendidikan suatu
          perguruan tinggi;
       5. Kerjasama
          Perguruan tinggi dapat menjalin kerjasama dengan perguruan
          tinggi dan/atau lembaga lain baik di dalam maupun di luar
          negeri yang bertujuan untuk saling meningkatkan dan
          mengembangkan kinerja pendidikan tinggi yang bekerjasama
          dalam rangka memelihara, membina, memberdayakan dan
          mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian.
       6. Program penelitian dan pengabdian kepada masyarakat
          Penelitian merupakan unsur pelaksana di lingkungan perguruan
          tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik untuk
          melaksanakan kegiatan penelitian/pengkajian.
          Pengabdian kepada masyarakat merupakan unsur pelaksana di
          lingkungan perguruan tinggi untuk menyelenggarakan kegiatan
          pengabdian kepada masyarakat dan ikut mengusahakan
          sumberdaya yang diperlukan masyarakat serta mengendalikan
          administrasi sumberdaya yang diperlukan.
    b. Administrasi Kepegawaian;
    c. Prasarana Kampus;
    d. Pembiayaan
    e. Tahapan penetapan sasaran dan kuantitatif dalam bidang
       akademik, organisasi dan ketalaksanaan serta pengembangan
       kampus.
(3) RIP disusun berdasarkan hasil studi kelayakan.

Pasal 6

Studi kelayakan mencakup :

   a. Latar belakang dan tujuan pendirian perguruan tinggi;
   b. Bentuk dan nama perguruan tinggi;
   c. Lembaga penunjang kegiatan pendidikan, penelitian, pengabdian
      kepada masyarakat, administrasi dan perangkat teknis lainnya
      seperti laboratorium dan perpustakaan;
   d. Dosen dan tenaga kependidikan lain serta pengembangannya;
   e. Tenaga administrasi dan rencana pengembangannya;
   f. Sumber dana kegiatan akademik;
   g. Tanah yang dimiliki/dikuasai untuk pembangunan kampus;
   h. Bidang ilmu yang akan diselenggarakan;
   i. Daya tampung mahasiswa dalam lima tahun mendatang;
   j. Kebutuhan masyarakat akan tenaga ahli yang akan dihasilkan;
   k. Prospek minat mahasiswa;
   l. Fasilitas fisik yang ada seperti ruang kuliah, ruang dosen,
      ruang laboratorium, studio, ruang unit pelaksana teknis,
      ruang instalasi dan ruang kantor serta rencana pengembangannya;
   m. Pembiayaan selama lima tahun yang meliputi biaya investasi,
      penyelenggaraan dan proyeksi aliran dana;
   n. Kesimpulan studi kelayakan yang meliputi analisis akademik
      dan administratif, analisis keuangan dan analisis pemenuhan
      kepentingan masyarakat dan pembangunan.

Pasal 7

(1) Kurikulum ditetapkan oleh penyelenggara perguruan tinggi yang
    bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
    berlaku.
(2) Kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan bagian
    dari program kegiatan akademik;
(3) Program kegiatan akademik memuat keterangan mengenai jurusan/
    bagian/program studi, tujuan, silabi, peraturan akademik dan
    administratif serta prospek lulusan perguruan tinggi yang
    keseluruhannya itu tersusun dalam buku pedoman/katalog.
(4) Program kegiatan akademik disusun berdasarkan semester.


Pasal 8

(1) Dosen tetap pada perguruan tinggi yang baru didirikan untuk
    setiap program studi sekurang-kurangnya 6 (enam) orang dengan
    latar belakang pendidikan sama/sesuai dengan program studi yang
    diselenggarakan dan dengan kualifikasi yang memenuhi syarat.
(2) Program studi yang didalam penyelenggaraannya memerlukan dukungan
    lebih dari satu jurusan/bagian, maka selain ketentuan ayat (1)
    disyaratkan pula harus mempunyai dosen tetap dari masing-masing
    jurusan bagian pendukung.
(3) Pada perguruan tinggi yang baru didirikan secara mandiri maupun
    melalui kerjasama dengan pihak asing dosen tetap sebagaimana
    dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dapat digantikan dengan
    dosen kontrak yaitu seseorang yang memenuhi syarat dosen yang
    dikontrak untuk masa sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai
    dosen tetap atau dosen perguruan tinggi asing mitra kerjasama
    yang ditugaskan sebagai dosen tetap pada perguruan tinggi yang
    baru.

Pasal 9

Persyaratan minimal yang berkenaan dengan jumlah dan kualifikasi
dosen, program studi, jumlah dan kualifikasi tenaga administrasi dan
penunjang akademik tercantum dalam Lampiran angka 1, 2 dan 3
Keputusan ini.

Pasal 10

Untuk setiap program studi pada Program Diploma dan Program S1 jumlah
calon mahasiswa sekurang-kurangnya 30 orang dan sebanyak-banyaknya
disesuaikan dengan nisbah dosen tetap dengan mahasiswa, untuk
kelompok bidang ilmu pengetahuan sosial 1 : 30 dan untuk kelompok
bidang ilmu pengetahuan alam 1 : 20.

Pasal 11

Sumber pembiayaan perguruan tinggi disediakan oleh penyelenggara
perguruan tinggi yang bersangkutan untuk menjamin kelancaran
penyelenggaraan pendidikan tinggi sesuai dengan peranan, tugas dan
fungsi perguruan tinggi.

Pasal 12

(1) Tanah tempat mendirikan perguruan tinggi dimiliki dengan bukti
    sertifikat sendiri atau disewa/kontrak untuk sekurang-kurangnya
    20 (dua puluh) tahun dengan hak opsi, yang dinyatakan dalam
    perjanjian.
(2) Sarana dan prasarana lainnya dimiliki sendiri atau disewa/kontrak
    untuk sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun yang dibuktikan dengan
    sertifikat atau perjanjian meliputi fasilitas fisik pendidikan
    dengan ketentuan minimal:
    a. Ruang kuliah : 0.5 m2 per mahasiswa;
    b. Ruang dosen tetap : 4 m2 per orang
    c. Ruang administrasi dan kantor 4 m2 per orang;
    d. Ruang perpustakaan dengan buku pustaka:
       1. Program Diploma dan Program S1
          a. buku mata kuliah pengembangan kepribadian (MPK) 1 judul.
             per-mata kuliah;
          b. buku mata kuliah ketrampilan dan keahlian (MKK) 2 judul
             per-mata kuliah;
          c. jumlah buku sekurang-kurangnya 10% dari jumlah mahasiswa
             dengan memperhatikan komposisi jenis judul;
          d. berlangganan jurnal ilmiah sekurang-kurangnya 1 judul
             untuk setiap program studi;
       2. Program S2 untuk setiap program studi : 500 judul buku dan
          berlangganan  minimal dua jurnal ilmiah yang terakreditasi
          pada bidang studi yang relevan;
    e. Ruang laboratorium dan unit komputer serta sarana untuk
       praktikum dan/atau penelitian sesuai dengan ketentuan yang
       diatur oleh Direktur Jenderal;
(3) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-
    kurangnya memenuhi persyaratan minimal yang tercantum dalam
    Lampiran angka 4 Keputusan ini.

Pasal 13

Penyelenggara perguruan tinggi terdiri atas Departemen Pendidikan
Nasional, Departemen lain atau LPND bagi PTN atau PTK dan BP-PTS bagi
PTS.

Pasal 14

Pendirian perguruan tinggi di lingkungan Departemen Agama selain
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan
Pasal 12 juga memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Agama.

Pasal 15

(1) Persyaratan pendirian PTS oleh BP-PTS selain tercantum dalam Pasal
    4 sampai dengan Pasal 12 meliputi pula persyaratan
      a. BP-PTS tercatat pada Pengadilan Negeri setempat;
      b. Ada jaminan tersedianya dana yang cukup untuk
         1. penyelenggaraan program pendidikan selama empat tahun bagi
            akademi dan politeknik;
         2. Penyelenggaraan program pendidikan selama enam tahun bagi
            sekolah tinggi, institut dan universitas.
(2) Pendirian PTS oleh BP-PTS dengan partisipasi asing, selain harus
    memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus
    memenuhi persyaratan
    a. Adanya bauran nasional dan asing dalam kepengurusan BP-PTS;
    b. Adanya dukungan dari perguruan tinggi di luar negeri yang sudah
       akreditasi di negaranya dalarn bentuk :
       1. dukungan manajemen, yaitu dukungan operasi pengelolaan bidang
          akademik dan administrasi terhadap PTS yang akan didirikan;
       2. dukungan dosen, dengan menempatkan dosen yang berpengalaman
          dari perguruan tinggi induk di luar negeri sekurang-kurangnya
          7 (tujuh) tahun untuk program sarjana/pasca sarjana dan 5
          (lima) tahun untuk program diploma.

Pasal 16

Persyaratan Pendirian PTK selain tercantum dalam Pasal 4 sampai dengan
Pasal 12 meliputi pula persyaratan

a. menghasilkan lulusan yang jumlah dan/atau kualifikasinya belum dapat
   dipenuhi oleh PTN dan PTS;
b. mahasiswa berasal dan pegawai pada Departemen/LPND yang bersangkutan
   atau penugasan dari Departemen/LPND lain atau semua lulusannya
   diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Departemen/LPND yang
   bersangkutan;
c. PTK berbentuk akademi, politeknik atau sekolah tinggi.

Pasal 17

Persyaratan perubahan bentuk perguruan tinggi sama dengan persyaratan
pendirian perguruan tinggi, dengan ketentuan:
a. Bagi Perguruan tinggi negeri, telah meluluskan sekurang-kurangnya
   10 (sepuluh) angkatan;
b. Bagi PTK telah meluluskan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) angkatan,
   dan tidak berkembang menjadi bentuk institut/universitas;
c. Bagi PTS telah meluluskan sekurang-kurangnya 5 (lima) angkatan
   dengan ketentuan semua ujian yang diselenggarakan dalam satu tahun
   akademik dihitung sebagai 1(satu) angkatan ujian.

Pasal 18

(1) Penambahan/perubahan/penutupan fakultas pada PTN ditetapkan oleh
    Menteri setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang
    menangani pendayagunaan aparatur negara.
(2) Penambahan/perubahan/penutupan fakultas pada PTS ditetapkan oleh
    BP-PTS dan dilaporkan kepada Menteri.
(3) Penambahan/perubahan/penutupan jurusan/bagian dan program studi
    pada PTN ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
(4) Penambahan/perubahan/penutupan program studi pada PTK ditetapkan
    oleh Menteri lain atau pimpinan LPND setelah mendapat persetujuan
    Direktur Jenderal.
(5) Penambahan/perubahan/penutupan program studi pada PTS ditetapkan
    oleh BP-PTS setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal.


BAB III

TATA CARA

Pasal 19

Tata cara pendirian perguruan tinggi meliputi :
1. Usul pendirian untuk dipertimbangkan;
2. Pemberian pertimbangan
3. Pengajuan usul persetujuan pendirian; .
4. Pemberian persetujuan;
5. Penetapan pendirian;
6. Penetapan statuta.

Pasal 20

(1) Usul pendirian Perguruan Tinggi oleh pemrakarsa disampaikan
    kepada Direktur Jenderal bagi PTN, PTS dan PTK.
(2) Semua usulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilengkapi
    dengan melampirkan persyaratan pendirian perguruan tinggi dan
    hasil studi kelayakan sesuai dengan Pasal 4 dan Pasal 6.

Pasal 21

(1) Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan, Direktur
    Jenderal memberi pertimbangan kepada pemrakarsa tentang
    kemungkinan persetujuan atau penolakan pendirian perguruan tinggi.
(2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas:
    a. Pemenuhan persyaratan pendirian perguruan tinggi.
    b. pengembangan dan keseimbangan kelompok disiplin ilmu
       pengetahuan, teknologi dan kesenian dengan mempercepat
       pengembangan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan penerapannya.
    c. pengembangan peta pendidikan di suatu wilayah yang menggambarkan
       jumlah dan bentuk perguruan tinggi yang sudah ada, jenis program
       studi yang diselenggarakan, sebaran lembaga dan daya dukung
       wilayah yang bersangkutan.
    d. Pengembangan bidang ilmu yang strategis, dengan membatasi bidang
       ilmu yang telah dianggap mencukupi kebutuhan pembangunan.

Pasal 22

(1) Selambat-lambatnya dalam jangka~ waktu 3 (tiga) tahun setelah
    pertimbangan Direktur Jenderal yang memungkinkan pendirian
    perguruan tinggi, pemrakarsa telah mengajukan usul persetujuan
    pendirian dengan ketentuan telah memenuhi persyaratan sebagaimana
    dimaksud dalarn Pasal 4 sarnpai dengan Pasal 17

(2) Usul persetujuan pendirian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
    diajukan kepada:
a. Menteri, Menteri lain atau pimpinan LPND bagi PTN dan PTK melalui
   Direktur Jenderal;
b. Menteri melalui Direktur Jenderal bagi PTS dengan melampirkan:
   1. Referensi Bank dan bukti lain berkenaan dengan dana
      penyelenggaran PTS;
   2. Akte Notaris Pendirian BP-PTS;
   3. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PTS;
   4. Surat Keterangan tidak terlibat pelanggaran hukum bagi pengurus
      BP-PTS;
   5. Sertifikat atau perjanjian/sewa kontrak tanah dan prasarana
      fisik lainnya.

Pasal 23

(1) Atas dasar usul persetujuan pendirian sebagaimana dimaksud
    Pasal 22:
    a. Menteri mengajukan usul persetujuan pendirian PTN kepada
       Menteri yang menangani pendayagunaan aparatur negara dan Menteri
       Keuangan;
    b. Menteri memberi atau menolak memberi rekomendasi pendirian PTK.
    c. Direktur Jenderal atas narna Menteri memberi atau menolak
       memberi persetujuan pendirian PTS.

(2) Atas dasar rekomendasi Menteri, Menteri lain atau pimpinan LPND
    mengajukan usul persetujuan pendirian PTK kepada Menteri yang
    menangani pendayagunaan aparatur negara dan Menteri Keuangan.

Pasal 24

(1) Atas dasar persetujuan yang diberikan oleh Menteri, yang menangani
    pendayagunaan aparatur negara dan Menteri Keuangan. Menteri:
    a. menetapkan pendirian PTN yang berbentuk akademi atau politeknik;
    b. mengajukan usul penetapan pendirian PTN yang berbentuk
       universitas, institut atau sekolah tinggi kepada Presiden;
(2). Atas dasar persetujuan yang diberikan oleh Menteri Negara
     Pendayagunaan Aparatur Negara dan Menteri Keuangan, Menteri lain
     atau pimpinan LPND:
     a. menetapkan pendirian PTK yang berbentuk akademi atau
        politeknik;
     b. mengajukan usul penetapan pendirian PTK yang berbentuk sekolah
        tinggi kepada Presiden melalui Menteri;
       
Pasal 25

(1) Setelah ada ketetapan pendirian PTN atau PTK oleh Menteri, Menteri
    lain, pimpinan LPND atau Presiden sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 24, PTN dan PTK mengusulkan statuta perguruan tinggi yang
    bersangkutan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal, Menteri
    lain atau pimpinan LPND untuk ditetapkan dengan keputusan.
(2) Setelah ada ketetapan pendirian PTS, BP-PTS menetapkan statuta PTS
    yang bersangkutan atas usul senat.

Pasal 26

Setelah statuta ditetapkan, perguruan tinggi yang bersangkutan baru
dapat menyelenggarakan kegiatannya.

Pasal 27

Tata cara pendirian perguruan tinggi di lingkungan Departemen Agama
yang program studinya di luar bidang agama berlaku tata cara ketentuan
pendirian PTK.

Pasal 28

Tata cara perubahan bentuk perguruan tinggi dan penambahan program
studi berlaku tata cara pendirian perguruan tinggi yang diatur dalam
keputusan ini.

BAB IV

PELAPORAN

Pasal 29

Perguruan tinggi wajib menyampaikan laporan kepada Menteri mengenai
keadaan sumber daya perguruan tinggi sebagaimana dipersyaratkan dalam
Lampiran angka 1, 2, 3 dan 4 keputusan ini dengan disertai bukti-
bukti selambat-lambatnya setiap akhir tahun akademik.


BAB V

PEMBINAAN

Pasal 30

Menteri melakukan pembinaan perguruan tinggi yang dapat berupa:
a. peningkatan bantuan penyediaan sumberdaya;
b. pengurangan atau penghentian bantuan penyediaan sumberdaya bagi
   program-program tertentu;
c. penghentian pelaksanaan program-program tertentu;
d. penangguhan untuk sementara otonomi pengelolaan perguruan tinggi
   yang bersangkutan;
e. pembinaan lainnya yang dipandang perlu; atau
f. penutupan perguruan tinggi.

BAB VI

KETENTUAN LAIN

Pasal 3l

Program pendidikan tinggi yang memberikan gelar akademik dan sebutan
profesional hanya dapat diselenggarakan pada perguruan tinggi yang
memenuhi persyaratan yang diatur dalam Keputusan ini.

Pasal 32

Perguruan tinggi atau lembaga asing dapat melaksanakan kegiatan
pendidikan di Indonesia melalui kerjasama dengan mitra kerja di
Indonesia, baik dengan perguruan tinggi yang sudah ada atau secara
bersama mendirikan perguruan tinggi baru dengan persyaratan tersebut
dalam Pasal 15.


BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 33

Dengan berlakunya keputusan ini, Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 0222/U/1998 tentang Pedoman Pendirian Perguruan
Tinggi dan semua ketentuan yang bertentangan dengan Keputusan ini
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 34

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2000

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL


TTD

YAHYA A. MUHAIMIN


SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada:

 1. Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan Nasional,
 2. Inspektur Jenderal Departemen Pendidikan Nasional,
 3. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Departemen
    Pendidikan Nasional,
 4. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
    Nasional,
 5. Semua Rektor Universitas/Institut, Ketua Sekolah Tinggi,
    Direktur Politeknik/Akademi, di lingkungan Departemen Pendidikan
    Nasional,
 6. Sekretaris Inspektorat Jenderal, Direktorat Jenderal, Badan
    Penelitian dan Pengembangan Pendidikan di lingkungan Departemen
    Pendidikan Nasional,
 7. Semua Kepala Biro, Direktur, Kepala Pusat, dan Inspektur dalam
    lingkungan Departernen Pendidikan Nasional,
 8. Semua Koordinator Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta,
 9. Semua Gubernur Kepala Daerah Tingkat I,
10. Komisi VI DPR-RI,