MASYARAKAT RESAH, APARAT BUNGKAM, KOPERTIS VIII MANDUL, DPRD BULELENG GERAH MASIH ADANYA STIKES LIAR DI SUKASADA
Walaupun
telah ada Kepmendiknas No.234 tahun 2000, Undang-undang No.12 tahun 2012 telah
disosialisasikan, dengan dilanjutkan surat edaran Ditjen Dikti No 1061/ET/2012
yang ditujukan kepada Gubernur, Bupati, Walikota untuk melakukan check and recheck atas PTS di wilayahnya
yang telah tak termasuk dalam daftar PTS yang dinyatakan sah resmi sesuai
kajian Dikti Kemendikbud RI , bahkan telah ada pula Pengadilan Negeri Buleleng
pun telah mengeluarkan putusan membubarkan Yayasan penyelenggara Sebuah Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan di kawasan Sukasada Singaraja, namun Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan di Sukasada yang tanpa ijin itu pun tetap melenggang menyelenggarakan
proses pendidikan, Dengan back up
financial oleh pengusaha kuliner Shiobak yang
kondang di Singaraja maka personil yang mengangkat dirinya sendiri sebagai
Ketua STIKES, Gede Sunjaya masih bergaya wise
and cool melakukan lobbying sana sini dan bersenjatakan statement “masih dalam ranah hukum”. PTS
yang dapat didefinisikan liar tersebut seakan juga merasa didekap hangat oleh
aparat pihak yang berwajib yang secara ironis jarak STIKES liar tersebut tak
jauh dari Mapolsek Sukasada serta merasa dipayungi oleh oknum Inspektorat
Jendral Dikti.
Bahkan
telah ada sinyalemen yang dikemukakan oknum aparat polsek sukasada bahwa telah
melihat dengan sendiri atas adanya struktur organisasi yang terpampang di
STIKES liar tersebut, dan menganggap sah. Hal ini ditunjukkan oleh adanya
penolakan laporan dari masyarakat yang merasa dirugikan oleh STIKES tersebut,
bahkan justru terkesan menyalahkan pelapor, mengapa mempercayai STIKES
tersebut. Tindakan-tindakan tersebut secara otomatis telah melecehkan
Kepmendiknas 234 tahun 2000, UU 12 tahun 2012 dan putusan PN Buleleng.
Maka sebagai Puncaknya, DPR Buleleng
gerah karena masyarakat yang mulai resah mengadu ke DPR dan membuat pernyataan
tertulis atas pengaduan keresahan mereka, bahkan mengancam akan melakukan demo
besar-besaran jika DPR tak juga menanggapinya. Menurut DPR saat ditemui di sela-sela sidang,
mengatakan bahwa “pihaknya secara netral telah melakukan tindakan nyata, yaitu
langsung ke Jakarta untuk menemui Ditjen Dikti dan bersama-sama Kopertis VIII
selaku kepanjangan tangan Dikti (sesuai dengan Keputusan Ditjen Dikti No 68
tahun 2008) diamanatkan melakukan inspeksi lapangan secara langsung dengan
rambu-rambu parameter yang telah diberikan Dikti. Dikatakan pula bahwa
seharusnya ketika jelas-jelas ada PTS yang tetap beroperasional tanpa ijin maka
kewenangan menutup adalah pada pihak Polisi, bukan pada Kopertis atau Dikti.
Kopertis dan Dikti hanyalah mengawasi dan membina penyelenggaraan PTS yang
memiliki ijin operasional, namun bagi yang tidak, jelas merupakan penipuan
publik”, begitu imbuhnya.
Maka pada tanggal 25 Januari 2013
pagi hari, DPR Buleleng bersama ABPPTSI Pusat
dan Kopertis VIII yang telah mendapat delegasi Dirjen Dikti langsung
melakukan sidak di sebuah bangunan sekolah abal-abal
yang menamakan diri STIKES MAJAPAHIT SUKASADA, untuk melihat langsung
proses belajar mengajar serta kelayakan sebuah sekolah tinggi dengan mengacu
pada Kepmendiknas no 234 tahun 2000 serta rambu-rambu yang diberikan Dikti
oleh-oleh dari Jakarta. Dan menurut hasil sesuai yang dikatakan anggota DPR
yang melaksanakan sidak, maka dijumpai beberapa hal pelanggaran atas
operasional sebuah PTS, yaitu antara lain sebagai berikut :
1. Hanya ada tiga mahasiswa yang masuk saat
dilakukan sidak, ketika ditanya maka dikatakan bahwa total mahasiswa hanya 18
orang dari kesemua program studi dan dari berbagai semester / angkatan. (hal
ini pelanggaran dengan Kepmendiknas 234 tahun 2000 bahwa jumlah minimal
mahasiswa harus 30 per angkatan per program studi).
2.
Hanya
dijumpai satu orang staf, dan ketika ditanya sebagai apa, tak jelas jabatannya
sesuai tata pamong dalam standar II acuan BAN PT.
3.
Struktur
organisasi yang terpampang di papan, juga terdapat pelanggaran karena personil
yang tertulis tak hadir / masuk dalam waktu aktif masa perkuliahan, dan didapat
keterangan bahwa kebanyakan mereka memang hanya nama serta merupakan PNS aktif.
4.
Ketika
DPR berkeliling, maka didapatkan temuan bahwa sekolah tersebut tak memiliki
Ruang Dosen, Tak memiliki Perpustakaan, Tak memiliki Ruang dan fasilitas skill lab serta laboratorium kimia
dasar, dimana hal tersebut adalah vital apalagi untuk sekolah kategori Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan.
5.
Tempat
sangat kotor dengan daun-daun kering seakan tak pernah dihuni.
6.
Ukuran
ruang staf sangat tak layak, dan perangkat IT (computer dll) untuk perekaman
data mahasiswa serta keperluan perekaman akademis sangat jauh dari memenuhi
syarat (hanya ada satu Komputer dan satu printer)
7.
Ketika
dimintai keterangan, hanya ada 3 dosen saja, sehingga dalam pemenuhan
kompetensi jelas-jelas melanggar.
8.
Ketika
ditanya ijin operasional, ditunjukkan ijin yang telah habis masa berlakunya
sejak September 2010, dan ijin tersebut diragukan keasliannya, berdasar bentuk
cap dikti yang berbeda.
9.
Dijelaskan
pula oleh staf yang ditemui tersebut bahwa sekolah tersebut tidak
terakreditasi, dan belum pernah mengajukan perpanjangan ijin.
10. Fasilitas pendidikan lain juga tidak
dimiliki, seperti halnya mobil kampus pengantar mahasiswa praktek, ambulance
dan klinik untuk praktek mahasiswa, alat peraga praktek mahasiswa, perangkat
laboratorium serta perangkat medical
equipment untuk praktek mahasiswa.
11. Tak ditemui pula papan nama yang berisikan
daftar dosen tetap atau tidak tetap, kurikulum pendidikan, serta daftar pejabat
strukturalnya.
Sehingga
menurut acuan ke VII standar yang ditetapkan BAN PT, maka DPR menganggap jauh
dari kelayakan. Demikian pula jika ditinjau dari rambu-rambu yang diberikan
Dikti, maka sekolah tersebut dapat dikategorikan PTS atau STIKES liar yang
telah menipu masyarakat.
Menaggapi
temuan tersebut maka Ketua DPR akan secara resmi mengadakan press release atas hasil temuan dan rekomendasi
apa yang akan dibuat untuk disampaikan ke Dikti. Namun ketika dikejar wartawan,
maka sekilas mengatakan bahwa Polisi harus segera menutupnya karena ini adalah
nyata-nyata “penipuan publik”, kalau polsek dan polres yang ketempatan wilayah
hukumnya juga melindungi, maka biarlah nanti DPR yang membawa ke Propam Polda
atau Mabes bersama-sama saat DPR menyerahkan rekomendasi ke DPR-RI dan
Mendikbud. Disampaikan pula bahwa telah terjadi pembiaran adanya PTS liar dan
melecehkan Undang-undang.Suara DPR adalah berdasar suara masyarakat, sehingga
ini tak boleh diabaikan saja. Jangan sampai public dengan people power yang akan menghakiminya nanti, karena di pasal
terakhir UU 12 th 2012 itu jelas-jelas hal pidana, namun kopertis VIII juga
mandul akibat tekanan oknum inspektorat jendral dikti. Ditambahkan pula bahwa rekomendasi APTISI Pusat, ABPPTSI Pusat maupun DPRD Buleleng beserta Organisasi Profesi terkait adalah seirama yaitu menutup,namun suara Kopertis VIII masih abu-abu akibat ditekan oknum inspektorat jendral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar