KEPUTUSAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 234/U/2000
TENTANG
PEDOMAN PENDIRIAN PERGURUAN TINGGI
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 234/U/2000
TENTANG
PEDOMAN PENDIRIAN PERGURUAN TINGGI
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
Menimbang :
bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 118 dan Pasal 121
Peraturan
Pemerintah nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi,
dipandang
perlu menetapkan kembali Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional
tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
(Lembaran Negara
Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3374);
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun
1999 tentang
Pendidikan Tinggi
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 115, Tambahan
Lembaran Negara
Nomor 3859);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
TENTANG PEDOMAN PENDIRIAN PERGURUAN TINGGI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan:
1. Menteri adalah
Menteri Pendidikan Nasional;
2. Perguruan tinggi
negeri selanjutnya disebut PTN adalah perguruan
tinggi yang
diselenggarakan oleh Menteri.
3. Menteri lain adalah
Menteri yang bertanggungjawab atas
penyelenggaraan
perguruan tinggi di luar lingkungan Departemen
Pendidikan
Nasional;
4. Perguruan tinggi
swasta selanjutnya disebut PTS adalah perguruan
tinggi yang
diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Perguruan
Tinggi Swasta.
5. Badan Penyelenggara
Perguruan Tinggi Swasta yang selanjutnya
disingkat BPPTS
adalah badan hukum/yayasan yang bersifat nir laba
yang
menyelenggarakan perguruan tinggi swasta (PTS).
6. Perguruan tinggi
kedinasan selanjutnya disebut PTK adalah akademi,
politeknik atau
sekolah tinggi yang diselenggarakan oleh Menteri
lain atau pimpinan
lembaga pemerintah non departemen (LPND) untuk
meningkatkan
kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi
pegawai atau calon
pegawai di lembaga yang bersangkutan.
7. Akademi adalah
perguruan tinggi yang menyelenggarakan program
pendidikan
profesional dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu
pengetahuan,
teknologi atau kesenian tertentu.
8. Politeknik adalah
perguruan tinggi yang menyelenggarakan program
pendidikan
profesional dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus.
9. Sekolah Tinggi
adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan
pendidikan
profesional dan akademik dalam lingkup satu disiplin
ilmu pengetahuan,
teknologi atau kesenian tertentu.
10. Institut adalah perguruan tinggi yang di samping
menyelenggarakan
pendidikan akademik
dapat pula menyelenggarakan pendidikan
profesional dalam
sekelompok disiplin ilmu pengetahuan,
teknologi dan/atau
kesenian sejenis.
11. Universitas adalah perguruan tinggi yang di samping
menyelenggarakan
pendidikan akademik dapat pula menyelenggarakan
pendidikan
profesional dalam sejumlah disiplin ilmu pengetahuan,
teknologi dan/atau
kesenian tertentu.
12. Fakultas adalah satuan struktural pada universitas atau
institut
yang
mengkoordinasikan dan/atau melaksanakan pendidikan akademik
dan/atau
profesional dalam satu atau seperangkat cabang ilmu
pengetahuan,
teknologi dan/atau kesenian tertentu.
13. Program Diploma I selanjutnya disebut Program D I adalah
jenjang
pendidikan
profesional yang mempunyai beban studi minimal 40
satuan kredit
semester (sks) dan maksimal 50 sks dengan kurikulum
2 semester dan lama
program antara 2 sampai 4 semester setelah
Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas.
14. Program Diploma II selanjutnya disebut Program D II
adalah jenjang
pendidikan
profesional yang mempunyai beban studi minimal 80
satuan kredit
semester (sks) dan maksimal 90 sks dengan kurikulum
4 semester dan lama
program antara 4 sampai 6 semester setelah
Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas.
15. Program Diploma III selanjutnya disebut Program D III
adalah
jenjang pendidikan
profesional yang mempunyai beban studi minimal
110 satuan kredit
semester (sks) dan maksimal 120 sks dengan
kurikulum 6
semester dan lama program antara 6 sampai 10 semester
setelah Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas.
16. Program Diploma IV selanjutnya disebut Program D IV
adalah
jenjang pendidikan
profesional yang mempunyai beban studi minimal
144 satuan kredit
semester (sks) dan maksimal 160 sks dengan
kurikulum 8
semester dan lama program antara 8 sampai 14 semester
setelah Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas.
17. Program Sarjana selanjutnya disebut Program S1 adalah
jenjang
pendidikan akademik
yang mempunyai beban studi antara minimal
144 satuan kredit
semester(sks) dan maksimal 160 sks dengan
kurikulum 8
semester dan lama program antara 8 sampai 14 semester
setelah Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas.
18. Program Magister selanjutnya disebut Program S2 adalah
jenjang
pendidikan akademik
yang mempunyai beban studi antara minimal
36 satuan kredit
semester(sks) dan maksimal 50 sks dengan
kurikulum 4
semester dan lama program antara 4 sampai 10 semester
setelah pendidikan
Program S1 atau sederajat.
19. Program Doktor selanjutnya disebut Program S3 adalah
jenjang
pendidikan akademik
yang ditempuh setelah perididikan Program S1
atau sederajat,
atau ditempuh setelah pendidikan Program S2 atau
sederajat, dengan
beban studi dan prosedur yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri;
20. Program Studi adalah kesatuan rencana belajar sebagai
pedoman
penyelenggaraan
pendidikan akademik dan/atau profesional yang
diselenggarakan
atas dasar suatu kurikulum serta ditujukan
agar mahasiswa
dapat mengusai pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang sesuai
dengan sasaran kurikulum.
21. Bagian adalah jurusan yang tidak mempunyai program studi.
22. Jurusan adalah unsur pelaksana akademik pada akademi,
sekolah
tinggi atau
fakultas dan sebagai wadah yang memfasilitasi
pelaksanaan program
studi.
23. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pendidikan
Tinggi.
Pasal 2
(1) Pendirian pcrguruan tinggi merupakan pembentukan akademi,
politeknik, sekolah
tinggi, institut, dan universitas.
(2) Akademi terdiri atas satu program studi atau lebih yang
menyelenggarakan
Program Diploma Satu (D I), Program Diploma Dua
(D II) dan/atau
Program Diploma Tiga (D III).
(3) Politeknik terdiri atas tiga program studi atau lebih
yang
menyelenggarakan
Program Diploma Satu (D I), Program Diploma Dua
(D II), Program
Diploma Tiga (D III) dan/atau Program Diploma
Empat (D IV).
(4) Sekolah tinggi terdiri atas satu program studi atau lebih
yang
menyelenggarakan :
program Diploma Satu (D I), Program Diploma
Dua (D II), Program
Diploma Tiga (D III) dan/atau Program Diploma
Empat (D IV), dan
yang memenuhi syarat dapat menyelenggarakan
Program S1, Program
S2 dan/atau Program S3.
(5) Institut terdiri atas enam program studi atau lebih yang
menyelenggarakan
Program S1 dan/atau Program Diploma dan mewakili
tiga kelompok
disiplin ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau
kesenian yang
berbeda dan yang memenuhi syarat dapat
menyelenggarakan
Program S2, dan Program S3.
(6) Universitas terdiri atas sepuluh program studi atau lebih
yang
menyelenggarakan
Program S1 dan/atau Program Diploma dan mewakili
tiga kelompok
bidang ilmu pengetahuan alam dan dua kelompok
bidang ilmu
pengetahuan sosial atau lebih dan yang memenuhi syarat
dapat
menyelenggarakan Program S2 dan Program S3.
(7) Jumlah program diploma yang diselenggarakan oleh institut
dan
universitas, tidak
melebihi setengah dan jumlah program sarjananya.
Pasal 3
Perubahan bentuk perguruan tinggi adalah :
a. Perubahan bentuk dari satu perguruan tinggi menjadi bentuk
lain;
b. Penggabungan dari dua atau lebih bentuk perguruan tinggi;
c. Pemecahan dari satu bentuk perguruan tinggi menjadi bentuk
perguruan tinggi
lain.
BAB II
PERSYARATAN
Pasal 4
Persyaratan pendirian/perubahan perguruan tinggi meliputi
a. rencana induk pengembangan (RIP);
b. kurikulum;
c. tenaga kependidikan;
d. calon mahasiswa;
e. statuta;
f. kode etik sivitas akademika;
g. sumber pernbiayaan;
h. sarana dan prasarana;
i. penyelenggara perguruan tinggi.
Pasal 5
(1) RIP merupakan pedoman dasar pengembangan untuk jangka
waktu
sekurang-kurangnya
lima tahun
(2) RIP memuat materi pokok :
a. Bidang
akademik,:
1. Program
kegiatan
Satuan
kegiatan yang berdasarkan peraturan perundangan atau
peraturan
perguruan tinggi memiliki kewenangan dan
tanggungjawab
yang mandiri untuk merancang, menyelenggarakan
dan
melaksanakan kegiatan fungsional pendidikan tinggi dan/
atau disiplin
ilmu yang dituangkan dalam kegiatan proses
pembelajaran
yang mengacu pada perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi
serta keperluan pembangunan masyarakat;
2. Organisasi
penyelenggaraan
Suatu badan
hukum atau pemerintah dalam hal ini Depdiknas,
Departemen
lain dan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang
berdasar
perundangan yang berlaku dapat menyelenggarakan
perguruan
tinggi;
3. Sumberdaya
manusia
Tenaga
pendidik atau kependidikan dan tenaga penunjang
pendidikan
pada perguruan tinggi yang menyiapkan peserta
didik menjadi
anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
akademik
dan/atau profesional yang dapat menerapkan,
mengembangkan
dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,
teknologi dan
kesenian;
4. Sarana
akademik
Semua
peralatan penunjang pelaksanaan kegiatan akademik
perguruan
tinggi sebagai persyaratan pendidikan suatu
perguruan tinggi;
5. Kerjasama
Perguruan
tinggi dapat menjalin kerjasama dengan perguruan
tinggi
dan/atau lembaga lain baik di dalam maupun di luar
negeri yang
bertujuan untuk saling meningkatkan dan
mengembangkan
kinerja pendidikan tinggi yang bekerjasama
dalam rangka
memelihara, membina, memberdayakan dan
mengembangkan
ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian.
6. Program
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat
Penelitian
merupakan unsur pelaksana di lingkungan perguruan
tinggi yang
menyelenggarakan pendidikan akademik untuk
melaksanakan
kegiatan penelitian/pengkajian.
Pengabdian
kepada masyarakat merupakan unsur pelaksana di
lingkungan
perguruan tinggi untuk menyelenggarakan kegiatan
pengabdian
kepada masyarakat dan ikut mengusahakan
sumberdaya
yang diperlukan masyarakat serta mengendalikan
administrasi
sumberdaya yang diperlukan.
b. Administrasi
Kepegawaian;
c. Prasarana
Kampus;
d. Pembiayaan
e. Tahapan
penetapan sasaran dan kuantitatif dalam bidang
akademik,
organisasi dan ketalaksanaan serta pengembangan
kampus.
(3) RIP disusun berdasarkan hasil studi kelayakan.
Pasal 6
Studi kelayakan mencakup :
a. Latar belakang
dan tujuan pendirian perguruan tinggi;
b. Bentuk dan nama
perguruan tinggi;
c. Lembaga penunjang
kegiatan pendidikan, penelitian, pengabdian
kepada
masyarakat, administrasi dan perangkat teknis lainnya
seperti
laboratorium dan perpustakaan;
d. Dosen dan tenaga
kependidikan lain serta pengembangannya;
e. Tenaga
administrasi dan rencana pengembangannya;
f. Sumber dana
kegiatan akademik;
g. Tanah yang
dimiliki/dikuasai untuk pembangunan kampus;
h. Bidang ilmu yang
akan diselenggarakan;
i. Daya tampung
mahasiswa dalam lima tahun mendatang;
j. Kebutuhan
masyarakat akan tenaga ahli yang akan dihasilkan;
k. Prospek minat
mahasiswa;
l. Fasilitas fisik yang
ada seperti ruang kuliah, ruang dosen,
ruang
laboratorium, studio, ruang unit pelaksana teknis,
ruang instalasi
dan ruang kantor serta rencana pengembangannya;
m. Pembiayaan selama
lima tahun yang meliputi biaya investasi,
penyelenggaraan
dan proyeksi aliran dana;
n. Kesimpulan studi
kelayakan yang meliputi analisis akademik
dan
administratif, analisis keuangan dan analisis pemenuhan
kepentingan
masyarakat dan pembangunan.
Pasal 7
(1) Kurikulum ditetapkan oleh penyelenggara perguruan tinggi
yang
bersangkutan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan
bagian
dari program
kegiatan akademik;
(3) Program kegiatan akademik memuat keterangan mengenai
jurusan/
bagian/program
studi, tujuan, silabi, peraturan akademik dan
administratif serta
prospek lulusan perguruan tinggi yang
keseluruhannya itu
tersusun dalam buku pedoman/katalog.
(4) Program kegiatan akademik disusun berdasarkan semester.
Pasal 8
(1) Dosen tetap pada perguruan tinggi yang baru didirikan
untuk
setiap program
studi sekurang-kurangnya 6 (enam) orang dengan
latar belakang
pendidikan sama/sesuai dengan program studi yang
diselenggarakan dan
dengan kualifikasi yang memenuhi syarat.
(2) Program studi yang didalam penyelenggaraannya memerlukan
dukungan
lebih dari satu
jurusan/bagian, maka selain ketentuan ayat (1)
disyaratkan pula
harus mempunyai dosen tetap dari masing-masing
jurusan bagian pendukung.
(3) Pada perguruan tinggi yang baru didirikan secara mandiri
maupun
melalui kerjasama
dengan pihak asing dosen tetap sebagaimana
dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2) dapat digantikan dengan
dosen kontrak yaitu
seseorang yang memenuhi syarat dosen yang
dikontrak untuk
masa sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai
dosen tetap atau
dosen perguruan tinggi asing mitra kerjasama
yang ditugaskan
sebagai dosen tetap pada perguruan tinggi yang
baru.
Pasal 9
Persyaratan minimal yang berkenaan dengan jumlah dan
kualifikasi
dosen, program studi, jumlah dan kualifikasi tenaga
administrasi dan
penunjang akademik tercantum dalam Lampiran angka 1, 2 dan 3
Keputusan ini.
Pasal 10
Untuk setiap program studi pada Program Diploma dan Program
S1 jumlah
calon mahasiswa sekurang-kurangnya 30 orang dan
sebanyak-banyaknya
disesuaikan dengan nisbah dosen tetap dengan mahasiswa, untuk
kelompok bidang ilmu pengetahuan sosial 1 : 30 dan untuk
kelompok
bidang ilmu pengetahuan alam 1 : 20.
Pasal 11
Sumber pembiayaan perguruan tinggi disediakan oleh
penyelenggara
perguruan tinggi yang bersangkutan untuk menjamin kelancaran
penyelenggaraan pendidikan tinggi sesuai dengan peranan,
tugas dan
fungsi perguruan tinggi.
Pasal 12
(1) Tanah tempat mendirikan perguruan tinggi dimiliki dengan
bukti
sertifikat sendiri
atau disewa/kontrak untuk sekurang-kurangnya
20 (dua puluh)
tahun dengan hak opsi, yang dinyatakan dalam
perjanjian.
(2) Sarana dan prasarana lainnya dimiliki sendiri atau
disewa/kontrak
untuk
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun yang dibuktikan dengan
sertifikat atau
perjanjian meliputi fasilitas fisik pendidikan
dengan ketentuan
minimal:
a. Ruang kuliah :
0.5 m2 per mahasiswa;
b. Ruang dosen
tetap : 4 m2 per orang
c. Ruang
administrasi dan kantor 4 m2 per orang;
d. Ruang
perpustakaan dengan buku pustaka:
1. Program
Diploma dan Program S1
a. buku mata
kuliah pengembangan kepribadian (MPK) 1 judul.
per-mata
kuliah;
b. buku mata
kuliah ketrampilan dan keahlian (MKK) 2 judul
per-mata
kuliah;
c. jumlah
buku sekurang-kurangnya 10% dari jumlah mahasiswa
dengan
memperhatikan komposisi jenis judul;
d.
berlangganan jurnal ilmiah sekurang-kurangnya 1 judul
untuk
setiap program studi;
2. Program S2
untuk setiap program studi : 500 judul buku dan
berlangganan minimal dua jurnal
ilmiah yang terakreditasi
pada bidang
studi yang relevan;
e. Ruang
laboratorium dan unit komputer serta sarana untuk
praktikum
dan/atau penelitian sesuai dengan ketentuan yang
diatur oleh
Direktur Jenderal;
(3) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
sekurang-
kurangnya memenuhi
persyaratan minimal yang tercantum dalam
Lampiran angka 4
Keputusan ini.
Pasal 13
Penyelenggara perguruan tinggi terdiri atas Departemen
Pendidikan
Nasional, Departemen lain atau LPND bagi PTN atau PTK dan
BP-PTS bagi
PTS.
Pasal 14
Pendirian perguruan tinggi di lingkungan Departemen Agama
selain
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
sampai dengan
Pasal 12 juga memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh
Menteri Agama.
Pasal 15
(1) Persyaratan pendirian PTS oleh BP-PTS selain tercantum
dalam Pasal
4 sampai dengan
Pasal 12 meliputi pula persyaratan
a. BP-PTS
tercatat pada Pengadilan Negeri setempat;
b. Ada jaminan
tersedianya dana yang cukup untuk
1. penyelenggaraan
program pendidikan selama empat tahun bagi
akademi dan
politeknik;
2.
Penyelenggaraan program pendidikan selama enam tahun bagi
sekolah
tinggi, institut dan universitas.
(2) Pendirian PTS oleh BP-PTS dengan partisipasi asing,
selain harus
memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus
memenuhi
persyaratan
a. Adanya bauran
nasional dan asing dalam kepengurusan BP-PTS;
b. Adanya dukungan
dari perguruan tinggi di luar negeri yang sudah
akreditasi di
negaranya dalarn bentuk :
1. dukungan
manajemen, yaitu dukungan operasi pengelolaan bidang
akademik dan
administrasi terhadap PTS yang akan didirikan;
2. dukungan
dosen, dengan menempatkan dosen yang berpengalaman
dari
perguruan tinggi induk di luar negeri sekurang-kurangnya
7 (tujuh)
tahun untuk program sarjana/pasca sarjana dan 5
(lima) tahun
untuk program diploma.
Pasal 16
Persyaratan Pendirian PTK selain tercantum dalam Pasal 4
sampai dengan
Pasal 12 meliputi pula persyaratan
a. menghasilkan lulusan yang jumlah dan/atau kualifikasinya
belum dapat
dipenuhi oleh PTN
dan PTS;
b. mahasiswa berasal dan pegawai pada Departemen/LPND yang
bersangkutan
atau penugasan dari
Departemen/LPND lain atau semua lulusannya
diangkat menjadi
Pegawai Negeri Sipil (PNS) Departemen/LPND yang
bersangkutan;
c. PTK berbentuk akademi, politeknik atau sekolah tinggi.
Pasal 17
Persyaratan perubahan bentuk perguruan tinggi sama dengan
persyaratan
pendirian perguruan tinggi, dengan ketentuan:
a. Bagi Perguruan tinggi negeri, telah meluluskan
sekurang-kurangnya
10 (sepuluh)
angkatan;
b. Bagi PTK telah meluluskan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh)
angkatan,
dan tidak berkembang
menjadi bentuk institut/universitas;
c. Bagi PTS telah meluluskan sekurang-kurangnya 5 (lima)
angkatan
dengan ketentuan
semua ujian yang diselenggarakan dalam satu tahun
akademik dihitung
sebagai 1(satu) angkatan ujian.
Pasal 18
(1) Penambahan/perubahan/penutupan fakultas pada PTN
ditetapkan oleh
Menteri setelah
mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang
menangani
pendayagunaan aparatur negara.
(2) Penambahan/perubahan/penutupan fakultas pada PTS
ditetapkan oleh
BP-PTS dan
dilaporkan kepada Menteri.
(3) Penambahan/perubahan/penutupan jurusan/bagian dan program
studi
pada PTN ditetapkan
oleh Direktur Jenderal.
(4) Penambahan/perubahan/penutupan program studi pada PTK
ditetapkan
oleh Menteri lain
atau pimpinan LPND setelah mendapat persetujuan
Direktur Jenderal.
(5) Penambahan/perubahan/penutupan program studi pada PTS
ditetapkan
oleh BP-PTS setelah
mendapat persetujuan Direktur Jenderal.
BAB III
TATA CARA
Pasal 19
Tata cara pendirian perguruan tinggi meliputi :
1. Usul pendirian untuk dipertimbangkan;
2. Pemberian pertimbangan
3. Pengajuan usul persetujuan pendirian; .
4. Pemberian persetujuan;
5. Penetapan pendirian;
6. Penetapan statuta.
Pasal 20
(1) Usul pendirian Perguruan Tinggi oleh pemrakarsa
disampaikan
kepada Direktur
Jenderal bagi PTN, PTS dan PTK.
(2) Semua usulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilengkapi
dengan melampirkan
persyaratan pendirian perguruan tinggi dan
hasil studi
kelayakan sesuai dengan Pasal 4 dan Pasal 6.
Pasal 21
(1) Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan,
Direktur
Jenderal memberi
pertimbangan kepada pemrakarsa tentang
kemungkinan
persetujuan atau penolakan pendirian perguruan tinggi.
(2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
didasarkan atas:
a. Pemenuhan
persyaratan pendirian perguruan tinggi.
b. pengembangan dan
keseimbangan kelompok disiplin ilmu
pengetahuan,
teknologi dan kesenian dengan mempercepat
pengembangan
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan penerapannya.
c. pengembangan
peta pendidikan di suatu wilayah yang menggambarkan
jumlah dan
bentuk perguruan tinggi yang sudah ada, jenis program
studi yang
diselenggarakan, sebaran lembaga dan daya dukung
wilayah yang bersangkutan.
d. Pengembangan
bidang ilmu yang strategis, dengan membatasi bidang
ilmu yang telah
dianggap mencukupi kebutuhan pembangunan.
Pasal 22
(1) Selambat-lambatnya dalam jangka~ waktu 3 (tiga) tahun
setelah
pertimbangan
Direktur Jenderal yang memungkinkan pendirian
perguruan tinggi,
pemrakarsa telah mengajukan usul persetujuan
pendirian dengan
ketentuan telah memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalarn
Pasal 4 sarnpai dengan Pasal 17
(2) Usul persetujuan pendirian sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1)
diajukan kepada:
a. Menteri, Menteri lain atau pimpinan LPND bagi PTN dan PTK
melalui
Direktur Jenderal;
b. Menteri melalui Direktur Jenderal bagi PTS dengan
melampirkan:
1. Referensi Bank
dan bukti lain berkenaan dengan dana
penyelenggaran
PTS;
2. Akte Notaris
Pendirian BP-PTS;
3. Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga PTS;
4. Surat Keterangan
tidak terlibat pelanggaran hukum bagi pengurus
BP-PTS;
5. Sertifikat atau
perjanjian/sewa kontrak tanah dan prasarana
fisik lainnya.
Pasal 23
(1) Atas dasar usul persetujuan pendirian sebagaimana
dimaksud
Pasal 22:
a. Menteri
mengajukan usul persetujuan pendirian PTN kepada
Menteri yang
menangani pendayagunaan aparatur negara dan Menteri
Keuangan;
b. Menteri memberi
atau menolak memberi rekomendasi pendirian PTK.
c. Direktur
Jenderal atas narna Menteri memberi atau menolak
memberi
persetujuan pendirian PTS.
(2) Atas dasar rekomendasi Menteri, Menteri lain atau
pimpinan LPND
mengajukan usul
persetujuan pendirian PTK kepada Menteri yang
menangani
pendayagunaan aparatur negara dan Menteri Keuangan.
Pasal 24
(1) Atas dasar persetujuan yang diberikan oleh Menteri, yang
menangani
pendayagunaan
aparatur negara dan Menteri Keuangan. Menteri:
a. menetapkan
pendirian PTN yang berbentuk akademi atau politeknik;
b. mengajukan usul
penetapan pendirian PTN yang berbentuk
universitas,
institut atau sekolah tinggi kepada Presiden;
(2). Atas dasar persetujuan yang diberikan oleh Menteri
Negara
Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Menteri Keuangan, Menteri lain
atau pimpinan
LPND:
a. menetapkan
pendirian PTK yang berbentuk akademi atau
politeknik;
b. mengajukan usul
penetapan pendirian PTK yang berbentuk sekolah
tinggi kepada
Presiden melalui Menteri;
Pasal 25
(1) Setelah ada ketetapan pendirian PTN atau PTK oleh
Menteri, Menteri
lain, pimpinan LPND
atau Presiden sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24, PTN dan
PTK mengusulkan statuta perguruan tinggi yang
bersangkutan kepada
Menteri melalui Direktur Jenderal, Menteri
lain atau pimpinan
LPND untuk ditetapkan dengan keputusan.
(2) Setelah ada ketetapan pendirian PTS, BP-PTS menetapkan
statuta PTS
yang bersangkutan
atas usul senat.
Pasal 26
Setelah statuta ditetapkan, perguruan tinggi yang
bersangkutan baru
dapat menyelenggarakan kegiatannya.
Pasal 27
Tata cara pendirian perguruan tinggi di lingkungan Departemen
Agama
yang program studinya di luar bidang agama berlaku tata cara
ketentuan
pendirian PTK.
Pasal 28
Tata cara perubahan bentuk perguruan tinggi dan penambahan
program
studi berlaku tata cara pendirian perguruan tinggi yang
diatur dalam
keputusan ini.
BAB IV
PELAPORAN
Pasal 29
Perguruan tinggi wajib menyampaikan laporan kepada Menteri
mengenai
keadaan sumber daya perguruan tinggi sebagaimana
dipersyaratkan dalam
Lampiran angka 1, 2, 3 dan 4 keputusan ini dengan disertai
bukti-
bukti selambat-lambatnya setiap akhir tahun akademik.
BAB V
PEMBINAAN
Pasal 30
Menteri melakukan pembinaan perguruan tinggi yang dapat
berupa:
a. peningkatan bantuan penyediaan sumberdaya;
b. pengurangan atau penghentian bantuan penyediaan sumberdaya
bagi
program-program
tertentu;
c. penghentian pelaksanaan program-program tertentu;
d. penangguhan untuk sementara otonomi pengelolaan perguruan
tinggi
yang bersangkutan;
e. pembinaan lainnya yang dipandang perlu; atau
f. penutupan perguruan tinggi.
BAB VI
KETENTUAN LAIN
Pasal 3l
Program pendidikan tinggi yang memberikan gelar akademik dan
sebutan
profesional hanya dapat diselenggarakan pada perguruan tinggi
yang
memenuhi persyaratan yang diatur dalam Keputusan ini.
Pasal 32
Perguruan tinggi atau lembaga asing dapat melaksanakan
kegiatan
pendidikan di Indonesia melalui kerjasama dengan mitra kerja
di
Indonesia, baik dengan perguruan tinggi yang sudah ada atau
secara
bersama mendirikan perguruan tinggi baru dengan persyaratan
tersebut
dalam Pasal 15.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 33
Dengan berlakunya keputusan ini, Keputusan Menteri Pendidikan
dan
Kebudayaan Nomor 0222/U/1998 tentang Pedoman Pendirian
Perguruan
Tinggi dan semua ketentuan yang bertentangan dengan Keputusan
ini
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 34
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2000
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
TTD
YAHYA A. MUHAIMIN
SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada:
1. Sekretaris Jenderal
Departemen Pendidikan Nasional,
2. Inspektur Jenderal
Departemen Pendidikan Nasional,
3. Kepala Badan
Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Departemen
Pendidikan
Nasional,
4. Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional,
5. Semua Rektor
Universitas/Institut, Ketua Sekolah Tinggi,
Direktur
Politeknik/Akademi, di lingkungan Departemen Pendidikan
Nasional,
6. Sekretaris
Inspektorat Jenderal, Direktorat Jenderal, Badan
Penelitian dan
Pengembangan Pendidikan di lingkungan Departemen
Pendidikan
Nasional,
7. Semua Kepala Biro,
Direktur, Kepala Pusat, dan Inspektur dalam
lingkungan
Departernen Pendidikan Nasional,
8. Semua Koordinator
Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta,
9. Semua Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I,
10. Komisi VI DPR-RI,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar